Yodha Media Indonesia -, Bogor, 14 Mei 2025 – Program unggulan pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG), tengah menjadi sorotan setelah kasus keracunan massal kembali terjadi. Kali ini, insiden menimpa 223 siswa di Kota Bogor, dengan hasil uji laboratorium menunjukkan kontaminasi bakteri berbahaya dalam makanan yang dibagikan.
Program MBG yang menyasar anak sekolah, balita, serta ibu hamil dan menyusui ini dilaksanakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai wilayah. Namun ironisnya, kasus keracunan justru terjadi di bawah pelaksana SPPG yang sudah berpengalaman, yakni SPPG Bina Insani.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (14/5), menyebut kejadian ini sebagai alarm penting bagi peningkatan kewaspadaan di lapangan.
“Kejadian (keracunan) justru dari SPPG yang sudah 3–4 bulan melakukan pelayanan. Jadi mungkin karena aman setiap hari, sudah merasa terbiasa, sehingga kami melihat butuh penyegaran,” ujarnya.
Sebagai langkah evaluasi, BGN akan melakukan pelatihan ulang secara berkala setiap 2–3 bulan sekali bagi para petugas penjamah makanan di seluruh SPPG.
“Training ulang ini untuk menjaga agar rutinitas tidak membuat mereka lengah. Standar kualitas makanan harus terus dijaga,” imbuh Dadan.
Ditemukan Bakteri E. coli dan Salmonella
Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, menyampaikan bahwa hasil laboratorium dari Labkesda menunjukkan kontaminasi pada makanan MBG yang dibagikan antara 6–9 Mei 2025.
“Hasil uji lab menunjukkan beberapa bahan makanan mengandung bakteri E. coli dan Salmonella,” ungkapnya kepada media di Rumah Dinas Wali Kota Bogor, Senin (12/5).
Menurut Dedie, bakteri ditemukan di dua jenis makanan yang dibagikan, yaitu:
-
Ceplok telur dengan bumbu barbeque (mengandung E. coli)
-
Tumis toge dan tahu (terindikasi mengandung Salmonella)
Karena skala kasus yang besar, insiden ini dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah korban mencapai 223 siswa.
Langkah Tindak Lanjut
BGN menegaskan bahwa program MBG akan tetap dilanjutkan, namun dengan pengawasan lebih ketat dan sistem pelatihan yang ditingkatkan. Selain itu, seluruh bahan makanan akan diperiksa secara acak oleh laboratorium regional sebagai bentuk pengendalian kualitas.
“Mereka (SPPG) harus tetap meningkatkan kualitas pelayanannya. MBG adalah program strategis yang tidak boleh gagal,” tutup Dadan Hindayana.