Yodha Media Indonesia – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik usai pernyataannya yang memicu kontroversi terkait remaja bernama Aura Cinta, alumni SMAN 1 Cikarang Utara yang sebelumnya mengkritik kebijakan penghapusan wisuda.
Dalam perbincangan dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Cikarang Utara, Didi Rosidi, Dedi menyoroti latar belakang pribadi Aura secara terbuka.
Dalam video yang tayang di kanal YouTube Dedi Mulyadi pada Selasa, 29 April 2025, Dedi mempertanyakan tradisi wisuda dan biaya yang dibebankan kepada siswa.
Ia kemudian menyinggung kasus Aura Cinta yang viral di media sosial karena menentang kebijakan tersebut.
“Sekolah sekarang kegiatan-kegiatan seperti wisuda, kemudian perpisahan. Dulu itu biayanya berapa?” tanya Dedi kepada Rosidi.
Rosidi menjawab bahwa kegiatan pelepasan siswa sebelumnya sempat mencapai biaya Rp400 ribu, namun kini lebih sederhana dan didanai oleh sekolah.
Namun pembicaraan kemudian beralih ke sosok Aura Cinta. Dedi mempertanyakan latar belakang ekonomi remaja tersebut, yang saat berdebat dengannya mengaku berasal dari keluarga miskin.
“Itu termasuk yang tinggal di bantaran sungai? Kategori keluarganya? Karena kemarin dia mengaku pada saya berasal dari keluarga miskin,” ucap Dedi.
Rosidi membenarkan bahwa Aura merupakan siswa yang diterima melalui jalur afirmasi dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Ia menyatakan bahwa Aura memang tergolong dari keluarga menengah ke bawah pada saat pendaftaran.
Namun, Rosidi juga membeberkan bahwa selama masa sekolah, Aura beberapa kali izin tidak hadir untuk menjalani syuting sebagai artis figuran.
Hal ini pun menimbulkan pertanyaan di kalangan netizen tentang konsistensi klaim dan citra yang ditampilkan Aura.
“Beberapa kali izin untuk mengikuti syuting, itu alasannya,” terang Rosidi.
“Aura memang punya bakat seni, terutama seni peran. Ia cukup populer di sekolah,” tambahnya.
Pernyataan Dedi Mulyadi yang menyinggung status ekonomi dan kegiatan pribadi Aura Cinta menuai reaksi beragam di media sosial.
Sebagian menyayangkan pengungkapan data pribadi siswa di ruang publik, sementara lainnya menilai langkah Dedi sebagai upaya mengklarifikasi narasi yang berkembang sepihak.
Kini, perdebatan seputar kebijakan penghapusan wisuda dan hak siswa untuk menyuarakan pendapat semakin panas.
Banyak pihak menyerukan pentingnya menjaga etika dalam berdialog, terutama saat menyangkut siswa yang masih dalam usia remaja.