Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

Breaking News

🔄 Memuat breaking news...

Iklan

Iklan

komentar

Dedi Mulyadi Ungkap Realita Hidup Warga Terdampak Tambang di Bogor: “Imah Butut, Nu Beunghar di Jakarta”

Nia
Selasa, 21 Oktober 2025
Last Updated 2025-10-21T02:33:02Z
masukkan script iklan disini

 


Bogor – Yodha Media Indonesia -, Dalam podcast terbarunya, mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kembali menyoroti nasib rakyat kecil di kawasan tambang, khususnya di wilayah Kabupaten Bogor


Dalam dialognya yang berlangsung santai namun sarat makna, Dedi berbincang dengan salah satu anggota Linmas (Hansip) di Kecamatan Cigudeg yang kehidupannya terdampak langsung oleh aktivitas tambang batu.


Percakapan tersebut berlangsung dalam bahasa Sunda, memperlihatkan kedekatan Dedi dengan masyarakat akar rumput. 


Di awal dialog, Dedi menanyakan keseharian pria itu yang mengaku hanya bekerja serabutan dan terkadang mengangkut batu dari lokasi tambang untuk menyambung hidup.


“Sapoe menang sabaraha muatkeun batu?” tanya Dedi.
“Mun keur alus milik mah bisa Rp200-300 ribu, mun keur goreng milik paling Rp20-30 ribu,” jawab pria itu polos.

 

Tambang Tutup, Pendapatan Desa Hilang Rp50 Juta per Hari


Dalam perbincangan tersebut, terungkap bahwa penutupan tambang di Parung Panjang dan Cigudeg telah berdampak besar pada ekonomi warga. 


Salah satu kepala desa bahkan menyebutkan bahwa sebelumnya, dari aktivitas tambang terdapat pungutan resmi melalui Peraturan Desa (Perdes) sebesar Rp100.000 per truk (tronton) yang melintas.


“Dari satu hari bisa 500 tronton, berarti Rp50 juta per hari,” ungkapnya.
“Kalau dihitung setahun, pendapatan desa bisa mencapai Rp18 miliar hanya dari transporter,” lanjutnya.

 

Pendapatan itu, kata sang kades, sebagian digunakan untuk pembangunan fasilitas umum, bantuan masyarakat, hingga kegiatan keagamaan, sementara sebagian lainnya disalurkan ke aparatur desa dan Linmas. 


Namun setelah tambang dihentikan, seluruh pemasukan tersebut terhenti.


Dedi: “Gunung Teu Kudu Ditugaran”


Dedi Mulyadi menegaskan bahwa eksploitasi alam tidak bisa dijadikan alasan untuk menyejahterakan rakyat jika dampaknya justru menghancurkan lingkungan dan kehidupan masyarakat kecil. 


Ia menyinggung nilai-nilai ajaran leluhur Pajajaran yang menekankan keseimbangan antara manusia dan alam.


“Gunung teu meunang ditugaran, lebak kudu sawahan, lengkob kudu balongan,” tegas Dedi.

 

“Lamun ayeuna gunung ditugaran, eta ngalawan ajaran karuhun Pajajaran,” lanjutnya.

Dedi menilai, kekayaan hasil tambang selama ini justru tidak berpihak kepada warga lokal, melainkan menguntungkan pemilik modal besar yang tinggal jauh dari lokasi tambang.


“Nu beunghar mah nu boga tambang nu cicingna di Jakarta. Urang dinya mah ngan kabagean jadi kuli,” ujarnya.

 

3.500 Kepala Keluarga Akan Direkrut ke Program Pemerintah



Menanggapi keluhan masyarakat terdampak tambang, Dedi menyampaikan bahwa pihak pemerintah provinsi tengah menyiapkan solusi penyerapan tenaga kerja.


Mulai November mendatang, warga terdampak akan direkrut untuk bekerja di sektor pekerjaan umum, pengairan, dan kebersihan lingkungan.


“Aya 3.500 kepala keluarga nu terdampak. Insyaallah bakal direkrut kerja di PU jeung PSDA. Teu kudu ijazah, nu penting daek gawe,” ujar Dedi.

 

“Pamaréntah moal tinggal diam. Urang moal ninggalkeun rakyat susah,” tambahnya.

 

Selain itu, Dedi juga mengonfirmasi bahwa bupati dan wakil bupati Bogor telah menyiapkan bantuan rumah tidak layak huni (rutilahu) bagi warga miskin terdampak.


Audit Tambang oleh Pakar ITB dan IPB


Dalam kesempatan itu, Dedi menjelaskan bahwa keputusan pembukaan kembali tambang akan ditentukan berdasarkan hasil audit lingkungan, infrastruktur, transportasi, dan ketenagakerjaan yang saat ini dilakukan oleh tim ahli dari ITB dan IPB.


“Keputusan moal dumasar kana karep gubernur, tapi kana hasil audit para ahli. Supaya objektif,” ujar Dedi menegaskan.

 

Potret Ketimpangan di Tanah Tambang


Dialog Dedi dengan Hansip yang sederhana namun jujur itu menggambarkan ketimpangan sosial di wilayah tambang: di satu sisi kekayaan alam terus digali, di sisi lain masyarakat lokal tetap hidup dalam kesederhanaan dan kemiskinan.


“Imah ge butut, teu bisa meuli beas. Tapi nu boga tambang imahna di perumahan elit,” kata Dedi dengan nada prihatin.

 

Dengan gaya khasnya yang humanis dan penuh sindiran halus, Dedi Mulyadi sekali lagi mengingatkan bahwa kesejahteraan rakyat bukanlah hasil dari menggali gunung, tapi dari menggali keadilan.

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Disqus Shortname

Comments system

Tag Terpopuler

Iklan